[SURAT] DARI KAKAK UNTUK ADIK



Kami menikmati detik ini.

Kami menikmati detik ini, jadi izinkanlah kami untuk menjelaskan apa yang membekas di ujung retina, gambar-gambar yang nyaris putih abu, berembun, khas saat diingat kembali.



Bandung, 6 Juli 2015

Mungkin inilah yg dinamakan nostalgia.

Mungkin kami semestinya mengutarakan ini sejak dulu, tapi ya sudahlah. Kalian harus tahu. Kami menikmati detik ini sebagaimana kami menikmati ribuan detik sebelumnya.

Keluargaku, sudikah kalian menatap kami?Kalaupun tawa masih tersisa di ujung lidah, kami hanya ingin menjadikannya sebagai sebuah rasa bahagia. Tanpa bermaksud membuat momen ini menjadi kelabu, maafkan kami yang tak dapat menahan haru.

Di manik manik mata kami, barangkali ada kasih yang tak kalian sadari. Barangkali ada cinta yang tak terutarakan. Maka, luangkanlah waktu yang tersisa ini tuk menilik sudut hati yang mungkin sesak oleh rasa yang tak kunjung pergi, namun tak jua tersembuhkan.

Maafkan kami semua. Barangkali ada kecewa yang mengendap di dasar benak, mengeras, membatu, menjadi beban, membuat sedih, melahirkan gelisah, mengundang dendam.

Ah, Ya Tuhan.. jangan sampai.


September 2014

Hari itu langit tak kelabu. Bayu pun tak menderu. Dingin tak menggigit. Peluh malah membasahi bahu.

Debar jantung menjadi lagu latar tak berirama . Derap kaki yang membahana kiranya membawa do'a:

Ya tuhan benarkah tak lama lagi?
Kan kami temui pelengkap kami
Kan kami dapati binar itu di mata mereka
Kan kami tumbuh kembangkan kelebihannya
Kan kami tutupi aib aibnya

Sebab merekalah yang kau hadirkan sebagai keluarga
Yang alam restui sebagaimana sebuah takdir berbalas nyata
Yang dengan tulus kami dekap
dan dengan lembut kami berbisik: 

Percayalah, Dik..
Bukanlah hal yang mudah, saling merangkul dan menjaga di pertemuan pertama
Bahkan kadang cinta yang dipendam hampir separuh usia saja malah berbuah lirih, menyesakkan dada, membuat perih
Hingga kelemahanlah yang justru jadi raja
Tapi sadarkah kalian?

Sesuatu yang awalnya tak kalian hiraukan menjadi telaga yang mewadahi tangis
Sesuatu yang tak pernah kalian pikirkan menjadi penopang saat terbesit hasrat untuk menyerah
Sesuatu yang bahkan seringnya dianggap sebagai perusak nalar menjadi guguran daun yang menjadi teduh dikala terik
Sesuatu yang harus selalu kalian hargai,
yakni hati

Yakinlah, Dik..
Sebelah tangan tak kan melahirkan tepukan
Sebelah mata hanya akan terus menatap nanar
Separuh hati hanya akan merasakan hampa 
Andai kalian tak ada
Andai kalian tak bertahan
Andai semua tinggalah harap

Dan hampirlah kami tak percaya
Delapan belas orang yang kami cari sepenuh hati
Berdiri dengan tangguh 
Dengan keyakinan yang teguh
Saat itu

Dan detik ini, 
mereka ada di sini
Mereka masih bersama kami
Mereka masih jadi adik-adik kami
Dan selamanya
Selamanya takkan ada yg bisa merubah sejarah

Sungguh kami bersyukur, Dik..
Hampir setahun ini 
hening hampir tak pernah ada
Gelak tawa menjadi lebih bermakna
Bahkan peluh dan tangis bagai mata air yang menjadi intan tanpa sebuah mantra
Karena kalianlah yang membuat semua ini jadi berharga

Almira dengan kelembutannya
Naya dengan perhatiannya
Farrel dengan petikan gitarnya  
Luis dengan senyumannya 
Iqbal dengan candannya
Rara dengan kedewasaannya
Afiyah dengan keceriaannya
Yandi dengan keunikannya
Ariq dengan ketulusannya
Shinta dengan kecermatannya
Wila dengan ketenangannya
Rhesa dengan impiannya
Ismi dengan sifat keibuannya 
Hernadi dengan kebijaksanannya
Elma dengan pengertiannya
Dandy dengan kecerdasannya
Mahen dengan kesetiannya
Ayya n semangatnya

Kelak jika kita tak lagi bersama
Bahkan sapa menjadi langka
Ingatlah bukanlah kami yang kalian cari,
tapi kesempatan untuk bersua
Sebab untuk apa kalian mencari yang sejak awal sudah menyertai?

Berbahagialah, Adik-adikku
Bersinarlah sebagaimana kami kalian buat terpukau sejak pertama jumpa
Berjuanglah dengan segala daya dan upaya

Saat kalian lelah, beristirahatlah
Rebahkan jiwamu, bisikkan keluh kesahmu pada kami kakak-kakakmu

Jangan jauh-jauh dari kami ya, Dik.. 
Bukankah keluarga selamanya kan jadi keluarga?


Villa Istana Bunga, 7 Juli 2015
Kami yang merindukan Yussar, Rara, dan Dandy 




Salam,
Kakak-Kakakmu



Comments

  1. Kau pun sempat kuyu di malam yang sama, namun di batas alinea yang berbeda. Kau remuk waktu itu. Apa artinya menjadi dewasa?

    Hari berlalu, kau pun sadar: kedewasaan ternyata bersembunyi di sela-sela gelak tawa, di balik teduhnya menjadi keluarga. Tapi apakah ada kedewasaan di dalam sakitnya melepaskan?

    Melepas, memang, adalah titik terperih dari menjadi dewasa. Tapi, sadari ini: melepas bukan berarti meninggalkan, menghilang. Rangkulan yang kalian rajut bersama tak akan putus di 'sampai jumpa'.

    Pun yang kita rajut bersama.

    Jadi, jangan jatuhkan air mata sebagai sebuah titik, tapi sebagai sebuah tanda; bahwa setelah koma masih ada lanjutan cerita.

    Untuk sekarang, akan kuucapkan selamat datang untuk kedua kalinya.

    Selamat datang.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts