RUMAH


Episode 2
Pending


Sebelumnya (Episode 1)


"Aku bahagia dengan laptopku," -Yakta

Sumber

"Hah? Shipper?" 

Suatu waktu, beberapa hari sebelum adegan Saila pulang sendirian dengan penuh kekecewaan, mampir di mataku. Seketika sepasang manik itu menatap lekat ke arahku. Sebelum aku sempat membalas, ia sudah berpaling lagi pada layar monitornya.

"Kita gugling aja ya,” sambutnya tak kuduga. “Hmm...” ia mengetik dan mulai mengelus-ngelus dagu, seakan-akan punya janggut. Kalau sedang begini, lelaki itu memang makin terlihat muda. 

“Ap-pa?" tanyaku sambil meneguk minuman isotoniknya (baca: minta). "Ada hubungannya sama kartun domba-domba itu nggak?” tanyaku polos.

What the—” ia memekik seraya berhenti mengetik. Matanya yang agak sipit itu menjadi garis lengkung yang lucu. Sejurus kemudian, ia pun tertawa. “Are you kidding me around?” sambungnya seakan tak percaya. "Ya Tuhaaan... Kamu melawak? Aaaargh! Kamu lucu banget!!!" aku tak yakin yang ini pujian, karena lebih terdengar sebagai umpatan kekesalan. 

Nope! Aku sih kalau nggak tahu, ya nggak tahu aja. Bodoh amat dibilang bodoh!” sahutku meyakinkan. "Oh.. maaf kalau kelucuanku bikin kamu nggak betah. Pantas aja, sih, kamu kan menginginkan tipe yang sbaliknya dari aku, ahahahahaha..." 

Oke. Aku lucu. Saila tidak. Maksudku, Saila tidak melawak. Menurutku, gadis bergolongan darah A sepertinya, memang secara alami membawa aura keseriusan hampir di setiap waktu. Makanya, aneh juga kalau Yakta seolah menganggap "semua" ini main-main belaka.


Hey, Dude. Don't make it bad. Take a sad dong and make her better. Remember to let her into your heart, then you can start to make her better...

“Oke..oke..” katanya menurut saja. Berdasarkan anilisaku selama ini, sih, perkataan seperti itu tanda ia memang tak ingin lanjut membicarakan hal itu. Baik-buruknya perkataanku tentangnya, jadi dengan pasrah ia terima. “Hmm, shipper tuh orang yang dukung suatu couple, bahkan walaupun itu bukan real couple. Mereka memuja couple tersebut bagaimanapun keadaan sebenarnya..” sambungnya ke topik utama.

Aku mengangguk mengerti, menghargai usaha mulianya.


"Kasarnya sih, mereka-mereka ini orang yang ngotot dan cenderung sok tahu juga," ucapnya begitu saja. Aku cuma nyengir kuda mendengarnya. Sudah amat terbiasa dengan pandangan skeptis lelaki itu.

Oh, ya. Banyak yang menjadi shippernya, kalau begitu. Betapa tidak, Byakta dan beberapa perempuan di sekitarnya begitu menarik perhatian. Ia bagaikan magnet berupa manusia yang menarik perempuan-perempuan sekelilingnya. Sebagian hanya kagum dan doyan tanya ini-itu, sebagian lainnya (sekitar satu dua orang) seperti tak “main-main”.

Bukanlah hal yang mudah bagi Saila bertahan di setiap harinya. Byakta adalah lelaki yang fokusnya tak bisa bercabang. Ia punya kemampuan managemen yang bagus dalam mengerjakan banyak hal (terutama yang berhubungan dengan eksak), tetapi seringnya hanya mau melakukan apa yang ia rasa perlu di satu waktu. Dan “mengurusi” hubungan dengan seorang perempuan, seperti tak perlu untuk saat ini.

“Kalau gitu, kamu dikelilingi orang-orang yang superngotot dan sok tahu,” kataku tiba-tiba, membuatnya terhenyak.

Byakta hanya mendengus. “Ya terus?”

“Terusin nggak tuh?”

“Buat apa?”

“What the—“ aku melongo. “Are you kidding me around?” aku menyeringai tak mengerti. “Setidakpenting itukah hal itu buatmu, Yak?” kedua tanganku sudah mengepak-ngepak di udara, saking kesalnya, tak tahan diam saja mendengar ocehannya yang berbalikan dengan kenyataan Saila selama ini "menunggu"nya.

Lelaki berkacamata itu tiba-tiba garuk-garuk kepala. “Kamu lagi ngomongin apa, sih, Ta?”

Aku memajang wajah “datar”. Anak ini memang susah diajak bermain kode. Kalau kritis, bisa bejibun yang ia jelaskan. Kalau tak tertarik, bisa tidak konsentrasi. “Ya Tuhan... Temanku yang satu ini sangatlah cerdas. Jangan biarkan angin sore dan langit mendung membuatnya linglung...” aku meracau seraya menengadah, sesekali mendelik, curi-curi lihat perubahan ekspresinya.

Well, ada buanyaaak yang nge-ship kamu sama Saila. Eh ada juga sih, yang nge-ship kamu sama yang lain... hmm... maksudku, Mala.”

Seketika Yakta terbahak-bahak. Nyaris berguling-guling dan kepalanya menyentuh lututku, kemudian akhirnya berhenti karena kaget sendiri. Kulihat ia menggumam amat pelan, mengucapkan "maaf" sebelum akhirnya kembali tertawa lepas mengingat nama kedua yang kusebutkan. “Cewek aneh itu?”

“Yang mana yang aneh?” jujur, aku tak mau berspekulasi apapun mengenai salah satu di antara mereka sekalipun.

“Mala. Mala yang suka mala-mala!” sebutnya tanpa dosa.

“Itu maraaaargh...” geramku. Yakta masih saja tertawa lucu. “Ini bukan saatnya bercanda, Yak! Ayolah, kamu maunya sama yang mana? Aku nggak sedang jual boneka, ya. Aku hanya menyampaikan pesan yang selama ini mungkin pending terus ke kepalamu,” jelasku tak tahan.

“Aku pilih laptopku,” jawabnya, seolah mengerti penuh apa maksudku.

Sekarang giliran aku yang tertawa--sedih. Dua gadis "baik" menginginkannya, tapi ia malah memilih benda mati. Dasar Yakta. Ia ternyata fokus sekali dengan kebahagiaan kecilnya ini.


Kebebasannya.


Jangan sangka Yakta tak pernah punya hubungan dengan perempuan. Pernah. Percayalah padaku. Ia pernah dua kali punya hubungan dengan seorang perempuan. Kudengar, hubungannya bagus-bagus saja, bahkan agak "seru" karena rentan "perang".


Mungkin mantannya tak sekuat Saila. Mungkin mantannya tak sesabar Saila. Mungkin. 

Sejenak, aku merengut, membayangkan betapa mengagumkannya “perjalanan” Saila selama ini. Ia menerjang apapun demi dirinya sendiri. Tak bersandar pada apapun. Tak menyerah karena siapapun.

Padahal seseorang di luar sana pun ada yang (masih) menginginkannya.


Bersambung...



Comments

  1. Saila :') dia setrong abis ya kayak si cewek di First Love (A Little thing called love). eh, iya nggak sih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Muehehe. Lelaki tuh senengnya cewek macam Saila gini nggak sih? :v
      Hmm.. film Thailand itu? Kalo ndak salah judulnya Crazy Little Thing Called Love. Iya, unyu2 gt :')

      Delete
    2. Koreksi nih. Seingat gue film itu film taiwan (bagian dari china) #gakpentingsih

      Delete
    3. Ya ampun butuh waktu lama bgt sampai akhirnya inget film yg mas maksud tuh You are The Apple of My Eye yaa? Huahahaha..

      Delete
  2. kenapa Saila begitu bertahan dengan Byakta yang seperti itu? cerita bersambungnya keren banget. Penasaran, pada akhirnya Saila sama Byakta gimana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena apa ya? Hehe.. temukan jawabannya nanti. Sekarang sudah ada episode 3 lho. Cek it out! interleaved.blogspot.com/2014/12/rumah_4.html?m=1

      Delete
  3. Izin komen kapten!
    Mohon maaf, entah karena saya sudah lama tidak membaca ulang cerita awal atau bagaimana sehingga saya kurang mendapatkan rasa nyambung dalam membaca. Mungkin cuman saya yang ngerasa gitu.

    Tapi, ceritanya menurut saya menarik sekali kapten! Ada selingan-selingan yang bikin pembaca gemes sama yang nulis! Genius =))

    Sekian laporan dari saya kapten!
    Siap 96!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Laporan diterima.

      Sebelumnya mohon maaf juga telah membuat pembaca kehilangan sensasi membaca cerbung. Mohon maklum, anak sekolahan susah cari kesempatan nulis. Tapi yah.. ini jg udah sukur ada yg baca dan berkenan komen :) #thankeaah

      Lanjutkan bacanya sampai ke episod2 seterusnya. Sampai sekarang sudah ada 4 episod.

      Btw saya inget betul kok itu film Thailand. Yg main Mario Maurer.

      Siap 96!! #padahalgaktauapa

      Trims.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts