TA, CERITAKAN SESUATU



Sumber

"Ta, ceritakan sesuatu."

Bukan kali pertama aku mendengar Nyn berkata seperti itu, tetapi
entah mengapa aku masih saja bingung menanggapinya. Bertahun-tahun kami berkawan, saling menyelami kebiasaan dan pribadi satu sama lain, masih saja aku merespon permintaannya dengan "cerita apa?"

Seperti biasa, Nyn menjawab, "apa saja!" ujarnya riang. Ia pasti sudah mulai bersiap mendengarkan ceritaku. Aku tahu, dalam benaknya, ia menerka-nerka. Dalam hatinya, ia berdo'a cerita bahagia terkait dirinya yang akan kupaparkan. Dalam kepalanya, ada banyak tanda tanya berkeliaran ke sudut-sudut ruang di sana. 

Biasanya, aku dengan mudahnya mencari kejadian lucu atau bahkan memalukan yang terjadi padaku beberapa saat sebelum ia bertanya seperti itu--di jam pulang sekolah, saat kami berjalan keluar kelas, melewati koridor lantai 2, tangga, juga kantin yang riuhnya sama dengan mall yang tak jauh dari sekolah.

Tapi, kali ini beda. Aku tak punya cerita--atau sebenarnya, tak mau bercerita. 

***

"Kau kenapa, Ta? Storyteller yang penuh spontanitas dan punya ingatan "gajah" sepertimu tak biasanya berpikir lama. Tadi kan, praktikum kimia. Kau biasanya dapat banyak ilham, hahaha!" Nyn kembali tertawa di ujung kalimatnya. Duh, gadis ini benar-benar membuatku semakin gundah. Aku bahkan tak sanggup membalas candaannya.

Ya. Benar. Aku memang senang bercerita. Tuhan memang Maha Adil. Dia mempertemukanku dengan seseorang yang senang mendengarkan cerita. Sehingga, tak ada salah satu dari kami yang merasa sepi. 

Tapi, sungguh, kali ini aku tak bisa bercerita. Aku berusaha mencari kejadian apa yang mungkin tak diketahui Nyn hari ini, tapi hanya satu kejadian yang bergelayut di pikiranku, memancing untuk diumumukan. Hatiku bilang, aku akan merasa berdosa seumur hidup jika tak mengungkapkan kejadian itu--membiarkan hal buruk terjadi. Menghancurkan banyak hati. Mematahkan banyak harapan. Menghampakan banyak kehidupan. Mengecewakan banyak orang--termasuk Nyn, sahabatku yang baik ini.

Tapi, ini tentang nyawa, Nyn..

"Tak apa, Sayang. Ceritakan saja..." Nyn merangkul bahuku dan mengusap punggungku lembut, seakan tahu tubuhku mendadak menjadi berkali-kali lebih ringkih dari biasanya, karena rahasia ini. "Apapun itu, ceritakanlah. Kau percaya aku, kan?" mata Nyn yang bening dan berbinar itu membuat hatiku berdesir. 

Ya Tuhan...

"Aku akan cerita di taman ayunan. Berjanjilah untuk tak menyela ceritaku dan tenang sampai ceritanya selesai," jelasku dengan amat memohon.

Kurva manis itu melengkung sempurna, hingga gigi gingsulya yang lucu muncul ke permukaan.

"Apapun, untuk ceritamu!"

***

"Ta, kita sudah bermain ayunan setengah jam. Apa kau bercerita dalam hati? Hahaha..." lagi-lagi, Nyn tertawa. Andai ia tahu, aku bahkan menahan tangis sejak tadi. 

Kemudian, senyap.

"Nyn, pernahkah kamu berpikir bahwa yang baik tak selamanya menang?" 

"Hmm..entahlah. Yang aku tahu, dunia ini juga sesak oleh orang jahat--"

"Orang jahat yang sebenarnya selama ini baik, kan?" 

"Ya, bisa jadi. Kenapa memangnya?"

"Akan kau sebut apa orang itu?"

Kemudian, sepi.

"Kurasa, aku terlalu terlena dengan fairytales dan folktales yang Bunda bacakan setiap malam saat aku masih kecil. Aku pun terlalu sering membaca novel fantasi yang penyihirnya selalu terkena karma. Mungkin, ada baiknya aku mulai baca koran kriminal, agar aku sadar hidup bahagia itu sejatinya di alam sana.." tuturnya seraya menerawang jauh ke arah barat di mana matahari tak lama lagi sampai ke peraduannya. 

"Jadi kau sebut apa orang itu, Nyn?" kuulang pertanyaanku.

Nyn menoleh cepat ke arahku yang sudah berhenti berayun dan kembali mengusap-usap wajah, cemas. 

"Kau tidak beres hari ini, Ta. Kita pulang saja. Tak apa jika kau tak mau cerita," Nyn malah nampak emosi melihat tingkahku yang tak keruan. 

Belum sempat Nyn beranjak, aku bertanya lagi. "Kau sebut apa orang itu, Nyn? Jawab saja. Aku mau cerita setelah kau jawab."

Kulihat binar mata Nyn mulai meredup. Ada kecemasan yang menyelubungi korneanya. Aku bisa lihat jelas itu semua. 

"Pengkhianat."

Dan aku menangis. Sejadi-jadinya.

Walaupun itu sahabatmu yang setia?

***

Beberapa saat sebelum aku dan Nyn pulang bersama.

"Kau sedang apa Nad?" tanyaku pada Nadi, teman sebangkuku--tetangga Nyn sejak TK--di gudang dekat toilet. Kebetulan, aku habis mencuci muka. 

Gadis cantik berkacamata itu terhenyak dan langsung berdiri dengan tangan di belakang pinggang menyembunyikan sesuatu. Tak biasanya, ia mengucir satu rambut sebahunya, seperti sedang mengerjakan sesuatu yang akan membuatnya berkeringat.

"Membetulkan jam dinding kelas," katanya sambil tersenyum. Kulihat ujung bibirnya bergetar dan bola matanya terus bergerak ke sebelah kiri atas. 

Ia berbohong.

"Nadi?" Aku berjalan sedikit demi sedikit mendekatinya. Gadis itu memang pandai menyembunyikan sesuatu. Wajah dan gelagatnya takkan mudah diterka orang biasa. Tapi, aku bukan orang biasa. Aku temannya. Teman dekatnya. Terlebih, pemerhatinya. Sudah setengah tahun ini aku membaca banyak buku psikologi dan tentang terorisme, sebab--

"Diam di tempat! Sahabatmu ini sekarang teroris!" 

Belati itu hanya satu jengkal dari dadaku dan Nadi menggenggamnya dengan sempurna. Sedikit saja aku bergerak, ujung belati itu akan menyobek kulitku.

Jantungku berdebar semakin cepat. Kakiku lemas, namun kaku. Nadi masih dengan posisinya--sama sepertiku.

"Hanya kita yang tahu soal ini, Ta. Jika kau tetap bungkam, hanya lab kimia dan guru brengsek itu yang hancur. Jika kau buka mulut, satu sekolah akan rata dengan tanah. Tolong hargai kerja kerasku dan pahami sakit hatiku. Kumohon..." kurasakan rintihan dari gadis yang selama sebulan terakhir ini memilih berlama-lama sendirian di lab dan tak pulang bersamaku juga Nyn itu.

Dan Tupperware itu siap menjalankan tugasnya tepat pukul enam petang--saat guru kimia itu membereskan barang-barangnya sehabis memberikan privat pada beberapa murid kelas 12. Nadi sudah hafal jadwal sasarannya. Bahkan ia tahu pada menit keberapa wanita itu akan masuk ke ruangan kecil tempat lokernya berada, di mana bom itu akan bertengger dan meledak nantinya.

***

Aku tak tahu ini namanya buka mulut atau apa. Yang jelas, aku tak mau berdosa dengan membiarkan seseorang mengakhiri hidup orang lain, mengambil alih hak prerogratif Tuhan. Setidaknya, aku sudah berceritabpada Nyn soal ini, walau kami sama-sama tak bisa melakukan apa-apa. 

Dadaku makin sesak, tapi air mataku sepertinya sudah mengering. 

"Jam berapa bom itu akan meledak, Ta?" tanya Nyn sambil melihat arlojinya dengan panik.

"Jam enam tepat," lirihku.

Dan sekarang pukul 18.03.

***

Tak lama kemudian sebuah SMS masuk.

Ta, terima kasih sudah menjadi sahabat yang sangat pengertian. Kau bahkan masih menangis untukku, bahkan saat belati ini hampir menyentuh tubuhmu. Maafkan aku, Ta. Manusia brengsek itu telah mengubah hasil seleksi olimpiade kimia di sekolah, hingga aku tak bisa ikut berangkat. Tak ada yang tahu apa tujuanku ikut olimpiade. Aku ingin menyembuhkan luka di wajah kakakku, Ta. Ia dijahili temannya dulu di lab itu dan si brengsek itu melindungi pelakunya--yakni anaknya sendiri. Aku tahu ini sama sa dengan menjadi izrail dengan ilegal dan sadis, seperti tak tahu HAM saja. Tapi, kutekankan, ini juga soal hati. Sekali lagi, terima kasih dan maaf. Mulai besok, kau dan Nyn takkan mendapatiku lagi. 



Catatan: 
Sebagaimana yang sudah aku janjikan, cerpen ini sebagai hadiah ulang tahun dariku untuk Nynsca Shalsabila S.I.P. Semoga keterlambatanku mengepost tidak mengurangi kesan dan makna saat membacanya, ya. Btw, terima kasig banyak pada Salsabila Nadiva yang sudah sangat menginspirasi pembentukan karakter ketiga di cerpen ini. Mudah-mudahan, kita semua dapat mengambil hikmah dari fiksi ini. 

Tupperware adalah sebutan untuk bom rakitan yang menggunakan kotak makanan dari plastik semacam Tupperware. Biasanya digunakan oleh teroris lokal. Meski begitu, efeknya luar biasa.  

Comments

  1. Hooo, aku baru paham sama cerita ini. Gila, gak nyangka kalo ujung-ujungnya bakalan ada teroris. Trus endingnya Nadi sama guru itu meninggal karena bom itu atau gurunya meninggal dan Nadi ditangkap? Duh, beberapa guru emang gitu. Anaknya yang melakukan kesalahan malah dibela.

    Eh, iyaaa. Sempat kaget pas baca soal Teroris itu. Aku kira kisah nyata. Ternyata fiksi. Tapi beneran menghibur. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hooo surprised bgt ternyata ada pembaca di luar temen2 sekolah yg tahu sosok Nyn dan Nadi di kehidupan nyata. Makasih ya udah meluangkan waktu untuk mampir, baca dan komen. Sukur deh kalo menghibur. Monggo baca2 postingan lama jg hihihi.

      Soal nasib Nadi dan guru kimia itu, aku membebaskan pembaca untuk menginterpretasi apa yg terjadi. Menurut Bli/Mas/Kak Dimas sendiri, selayaknya gmn tuh? Hehehe.

      Yg penting pembaca harus tahu bahwa Nadi meng-SMS Ta lewat 18.00 yg artinya, bom sudah meledak ;)

      Delete

Post a Comment

Popular Posts