MEMBACA TENTANG NANKING
Membaca tentang Nanking
tak ubahnya mendengar Radiohead
Tak peduli pagi, petang, atau dini hari
Kata-kata menjadi bayonet tajam
yang menghunus
tepat di dada
Perasaan menjadi kata benda
paling menjijikkan
dan haram diungkit-ungkit
Bagai dongeng-dongeng fantasi yang tak pernah lagi diboyong ke alam mimpi
Mimpi menjadi lubang hitam
yang menyesap ketabahan
sampai hanya tersisa kepasrahan
dan keengganan untuk beranjak
dalam bahaya
Sebab mati bahkan sudah dinobatkan menjadi pilihan tunggal
Sebagian rela mati demi kawannya
Ribuan lain tak sempat melarikan diri
Para orangtua berharap
anaknya akan tumbuh
tanpa kekurangan
meski hal terakhir yang terekam memori bocah-bocah kelaparan itu
hanyalah darah orangtuanya yang muncrat ke mana-mana
Kemudian, aku menangis
Menyadari kehidupan begitu fana
dan memuakkan
bagi mereka yang diperkosa kenyataan
dan dibunuh dengan keji,
dalam gelak tawa,
dihantarkan lelucon taik kucing
sampai terjerembab di liang lahat
Seakan nyawa memanglah lawakan belaka
Bising bising bising
Pekak
Pening
Lalu hening
Aku di mana?
Masih di sini saja
Anjing!
Penyiksaan belum juga berakhir
Kesesakkan segera menjadi siut
yang parau
kehilangan sejuknya bayu
Dan aku masih menangis
Menyadari peperangan
bahkan masih berlangsung di rumahku sendiri
Purwakarta, 17 Juni 2016
P.S.
Inspirasi dari "The Rape of Nanking"
karya Irish Chang
Comments
Post a Comment