CATATAN
Sejak aku memutuskan untuk bikin blog, kocar-kacir
nyari nama untuk bagian top dan link, aku nggak tahu pasti bakal
diisi apa aja blog ini. Gimana nasib kedepannya, target kecukupan gizinya,
keindahan rupanya, dan tektek bengek lainnya. Aku nggak sengaja punya blog
karena ada kontes menulis artikel dan atas dasar level mood yang lagi
tinggi banget buat nulis.
Pokoknya, aku nulis apa yang sekiranya nggak melanggar
HAM dan aman-aman aja untuk dipandangi apalagi dibaca lekang-lekang. Yang nggak
akan ngancurin nilai rapot, apalagi ngebakar bangku-bangku kelas. Rasanya,
nggak ada radioaktif yang bisa bikin efek meledak kayak TNT di game Crash
Bandicott (entahlah, yang bener nulisnya gimana). Kecuali kadar hiperbola
pembaca naik dahsyat dan mengakibatkan efek tersendiri. Aku angkat tangan,
ya...
Well, kebanyakan yah... prosa-prosa aja. Catatan yang
entah apa namanya. Makanya label juga bukan dinamai jenis-jenis tulisannya.
Kalau menyangkut pribadi seseorang, ya, potret. Kalau tentang cerita-cerita
kenangan, ya, nostalgia. Isinya seakan-akan monoton di mataku. Tapi
kenyataannya nulis tentang itu-itu aja. Hahaha... bisa tebak tentang apa?
Apa?
Hmm... itu bukan, ya?
Ya, mungkin itu.
Ya, soal perasaan.
P e r a s a
a n.
Perasaan punya panah ke banyak arah mata angin. Bahkan
menuju timur dan barat saja, entah berapa banyak hal yang punya korelasi kuat
dengan hal satu ini. Makanya, ini seakan tema yang everlasting, kan...
Banyak hal butuh pembuktian secara empiris. Banyak
orang meyakini itu. Disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan. Entah apa
hubungannya dengan tema tulisanku selama ini, tapi yang jelas perasaan
kadang-kadang butuh (bahkan ada yang bilang mesti) diungkapkan.
Bukti empiris pengungkapannya adalah tulisan. Terlepas
dari cara dan bentuk penyampaiannya seperti apa. Surat, cerpen, puisi, pantun,
dsb. Tidak harus membongkar-bongkar seluruh “simpanan” dalam benak. Terserah
setiap pribadi ingin bercerita sampai mana. Kalau hanya sampai belokan depan
saja, juga tak apa. Sebab—terkadang—rahasia lebih indah, kata Mbak Alifia dalam
catatan “yang Belum Selesai” lihat selengkapnya. Tapi kalau ada yang bertekad membahas sampai akar, ya
kenapa tidak.
Biarlah semua tahu benang merah dari serentetan
tulisan itu. Yang mungkin auranya bisa tertangkap seketika, atau bahkan mandet-mandet,
dan jangan-jangan saru sekali susah dimengerti. Sastra mungkin bisa diangap
karya seni rupa murni, yang mengedepankan nilai estetis dan kepuasan individu
sang kreator. Kadang sifatnya abstrak, lebih aneh lagi daripada kubistis. Sudut
pandangnya macam-macam. Mungkin ada 5 dimensi, 6 dimensi, atau bahkan
seterusnya. Bayangkan satu tulisan dibaca jutaan orang. Mungkin jutaan dimensi
telah tercipta.
Maka, tak ada harga mutlak dalam sebuah tulisan
perihal apa makna dan rahasia yang hendak ditebar sedikit demi sedikit oleh si
penulis. Semua pembaca berhak berspekulasi, asal tahu tempat dan tahu diri,
kan? Bahkan aku pun sebagai orang yang senang menulis, sering tidak mendapat
diksi yang pas untuk menggambarkan apa yang hendak aku sampaikan. Kadang tak tahu
maksud dan tujuan perangkaian kata selama ini.
Jadi biarlah kita punya rahasia masing-masing.
Soal tulisan yang kita buat, kita baca, atau sekedar
dipandang di laman ini, kemudian dilupakan—
segera.
Comments
Post a Comment