MENUJU TAK TERBATAS
Aku mengajakmu menjelajah ketiadaan
Menerobos kabut transparan
Berjalan tanpa pijakan
Dengan suara panduan di bawah ambang batas pendengaran
Tercekat oleh ramai rintik hujan yang bersemangat mengetuk payung
Selama kau percaya aku
dan telah kau taruh sebagian keselamatan di genggamanku
Tanpa maksud kuhinakan kau sebagai sosok yang kuat
Biarkan aku bertanggung jawab atas perjalanan ini
Yakinlah, kau 'kan kudekap hingga kita "sampai"
Di titik pada jarak tak hingga dari langkah pertama kita
Suatu tempat yang hanya akulah yang tahu sebelumnya,
sampai nanti kau mengangguk
Entah tanda mengerti
atau sekadar ingin menghargai
Pernahkah kusampaikan padamu
bahwa aku telah yakin
Tak selamanya rumah adalah peraduan
Tak ada yang dapat memastikan
beranda beserta dua bangku kecil
dengan busa tipis yang hangat—
akan selalu dapat kau temukan
Angin gemulai yang nyaris tiada
henti menebar aroma pantai,
suara lonceng kecil yang berdera pada
pilar di dekat pagar—
tak selamanya bisa kau dengar
Bersiaplah kehilangan semuanya
Bersiaplah kehampaan jadi kawan
Berjalan denganmu dalam rengkuh
bising kota
Seumpama pilihan ganda
Yang jawabnya hanyalah iya
Ya
Dan ya
Kau mungkin tak tahu
Saat kau menyembul dalam sesak
halaman belakang sekolah
Deru mesin kepalaku memekakkan
telinga
Gesekan antar geriginya
menghadirkan migrain berkepanjangan
Seketika pandangan kita yang
melebur di udara
menjadi jawaban atas pertanyaan
yang kulontarkan
Akhirnya kita "jalan"
Kau membuatku lega seketika
Berjalan
Secara harfiah, kita berjalan
Dalam fantasiku-kita beterbangan
Ke sudut manapun
Sampai akhirnya kau berucap,
“akh... pulau impianku.”
Dan aku membatin,
“sungguh, aku masih tak bisa tidur.”
Aku--dengan mata terdesak kantuk
dan kau--yang menebar energi di sekeliling kepalaku
Comments
Post a Comment