MENUJU TAK TERBATAS




Aku mengajakmu menjelajah ketiadaan
Menerobos kabut transparan
Berjalan tanpa pijakan
Dengan suara panduan di bawah ambang batas pendengaran
Tercekat oleh ramai rintik hujan yang bersemangat mengetuk payung

Selama kau percaya aku
dan telah kau taruh sebagian keselamatan di genggamanku
Tanpa maksud kuhinakan kau sebagai sosok yang kuat
Biarkan aku bertanggung jawab atas perjalanan ini

Yakinlah, kau 'kan kudekap hingga kita "sampai"
Di titik pada jarak tak hingga dari langkah pertama kita

Suatu tempat yang hanya akulah yang tahu sebelumnya, 
sampai nanti kau mengangguk 
Entah tanda mengerti
atau sekadar ingin menghargai

Pernahkah kusampaikan padamu
bahwa aku telah yakin 
Tak selamanya rumah adalah peraduan
Tak ada yang dapat memastikan
beranda beserta dua bangku kecil dengan busa tipis yang hangat—
akan selalu dapat kau temukan

Angin gemulai yang nyaris tiada henti menebar aroma pantai,
suara lonceng kecil yang berdera pada pilar di dekat pagar—
tak selamanya bisa kau dengar
Bersiaplah kehilangan semuanya
Bersiaplah kehampaan jadi kawan
                                     
Berjalan denganmu dalam rengkuh bising kota
Seumpama pilihan ganda
Yang jawabnya hanyalah iya
Ya
Dan ya

Kau mungkin tak tahu
Saat kau menyembul dalam sesak halaman belakang sekolah
Deru mesin kepalaku memekakkan telinga
Gesekan antar geriginya menghadirkan migrain berkepanjangan

Seketika pandangan kita yang melebur di udara
menjadi jawaban atas pertanyaan yang kulontarkan
Akhirnya kita "jalan"
Kau membuatku lega seketika

Berjalan
Secara harfiah, kita berjalan
Dalam fantasiku-kita beterbangan
Ke sudut manapun

Sampai akhirnya kau berucap,
“akh... pulau impianku.”
Dan aku membatin,
“sungguh, aku masih tak bisa tidur.”  



1 September 2015
Aku--dengan mata terdesak kantuk
dan kau--yang menebar energi di sekeliling kepalaku

Comments

Popular Posts