NOKTAH




"Apakah kesuksesan itu? Kesuksesan adalah bisa pergi tidur setiap malam dengan jiwa yang damai." -Paulo Coelho dalam "Manuskrip yang Ditemukan di Accra"



Suatu hari, aku bermimpi untuk berkeliling dunia. Entah dengan pesawat jet, mobil biasa, sepeda, atau bahkan berjalan kaki seandainya mampu, aku tidak begitu peduli. Aku hanya berpikir bagaimana aku akan menikmati setiap jengkal jalanan yang aku tapaki dan aku bisa merasakan "keutuhan" dalam tiap hembus napasku. Tak peduli itu kota berpolusi atau desa yang kaya akan pepohonan. Aku ingin memastikan bahwa aku merasa "lega" nantinya. 

Saat ini aku belum punya banyak bekal. Yang aku punya hanyalah hasrat. Kadang, rasa takut malah masuk dalam ransel tanpa kuperintah. Aku takut banyak hal. Terlalu banyak, mungkin, sampai aku tidak tahu mana yang bisa aku paparkan di sini. Akan tetapi, dari semua ketakutan itu, inilah yang paling  kutakutkan. 

Aku takut, aku salah. Aku salah memutuskan ke mana selanjutnya aku akan melanjutkan perjalanan. Rupanya, setelah belasan tahun hidup, aku akhirnya semakin sadar bahwa jiwa bertualang seseorang malah bisa lebih mudah terkikis oleh keraguan, ketimbang kondisi. Dan keraguan itu malah kubiarkan subur di benak ini.

Dasar bodoh, begitulah salah satu makian favoritku.

Sampai di suatu senja, dengan kepadatan kota yang khas--saat aku sebenarnya hampir melupakan pertanyaan-pertanyaan seputar rencana perjalanan itu,  nyatanya Tuhan malah mempertemukanku dengan seorang petualang ulung. 

Tidak. Ia tidak menawarkan jasa travel terbaik yang ia tahu. Pun tidak mengajak aku nimbrung di perjalanannya sekarang. 

Sama seperti orang pada umumnya, ia bertanya "Mau kemana, Kau?" 

Dia menyuruh aku memilih--memutuskan lebih tepatnya. Setelah membuat daftar pertanyaan, tentunya aku harus punya jawaban. Perlu iingat juga, ini adalah ujian mandiri, sebab anya kulah pesertanya. Tidak ada interpretasi orang lain. Tidak ada kebijaksaan dari pihak lain. Tidak ada yang bisa mencampuri urusan ini. Aku bekerja secara independen. Pilihan ganda ini benar-benar lahir sebagai pertimbangan murni dari diriku sendiri. 

Sebagaimana kisah cinta paling rumit dalam sandiwara adalah saat ia menjadi segitiga, begitulah mungkin keadaan yang mesti kuikhlaskan. 

"Kau harus memilih," begitu katanya dengan suara penuh wibawa dan tatapan tajam yang tersembunyi di balik kantung matanya.  

Aku mengerti, tapi...

"Tidak ada satupun yang bisa menahanmu, Nak. Tidak ada."

"Tapi, aku merasa terhambat sekarang. Siapa yang sudah berbuat itu semua?"

Sejenak, tak ada jawaban. Senyap malah menambah gundah. 

Kemudian, kurva itu muncul di wajahnya. "Egomu," jawabnya.

Aku tercenung, seketika merasa bodoh, tapi tetap tak mau disalahkan sepenuhnya. Bagaimanapun, wajarlah aku kebingungan. List kebutuhan saja aku belum punya. 

Ah, lagi-lagi aku berkilah.

"Buatlah rencanamu sendiri. Jangan menahan luapan semangatmu. Jangan menyalahkan siapapun ketika sesuatu terjadi nanti. Saat kau sudah mengasah kapakmu sebaik mungkin, kalaupun pada akhirnya sebuah pohon tak berhasil kau tebang, kau masih punya 'akal' dan kesabaran."

Dan aku terhenyak. 
Aku punya itu. 

"Sepulang kau dari sini, kabari aku sesuatu. Apapun itu."

Dan aku mengangguk. 

***

From   : *************@gmail.com
To     : *******@hotmail.com
Cc     : *************@yahoo.com,
         *************@yahoo.com
Subject: Setidaknya, Kita Akan Syahid

Kita terhempas, jatuh membentur kaki langit setelah sebelumnya membumbung karena pijakan kaki kita sendiri.

Kita tersingkir, melipir karena takdir yang mana bukanlah akhir. Kurasa, kau, aku--kita boleh percaya tak ada happy ending yang sebenar-benarnya di dunia.

Mengapa dongeng selalu dipangkas pada bagian sana? Tidakkah mereka berpikir, sebagian dari kita juga kadang bertanya-tanya akankah ada derita lagi setelah bahagia? Mungkinkah hujan mutlak lenyap setelah pelangi tergurat? Apakah setiap detil rencana akan sama suksesnya dengan yang terbayangkan? 

Tapi tak apa. Kita bersama menapaki nadir ini, meski di track masing masing. Suatu saat nanti, jika garis kita berpotongan, aku akan buatkan kalian sebuah noktah dengan tinta hitam pekat agar setiap dari kita ingat, takdir adalah salah satu wujud ketidakmustahilan yang selalu Tuhan siapkan bagi hamba-hambaNya yang beriman. 

Pahitnya, kalau ternyata aku salah jalan, aku harus yakini itu bukan takdir yang tersesat, tetapi pergantian rencana yang menuntut kesigapanku. Aku tetap harus melanjutkan perjalananku. Aku harus membangun persinggahan di sana, menatanya sampai bisa membuatku terbangun dengan penuh syukur setiap pagi, lalu menuju tempat peristirahatan tanpa rasa takut karena terang bulan jadi petunjuk jalan pulang. Aku harus pastikan, aku bisa menyesap teh maupun kopi di sudut mana pun yang mana aku tidak perlu merasa bersalah atas masa lalu pun berhutang atas masa depan, juga tidak terkungkung rasa takut karena merasa gagal. Aku rasa, aku tetap harus sukses nantinya. Aku harus mem menangkan setiap pertarunganku dengan waktu. Dan Paulo Coelho benar, bahwa sukses adalah bisa tidur dengan tenang setiap malamnya.

Kalaupun harus mati saat itu, kita syahid.



Salam.



P.S. Perihal di mana aku akan syahid nanti, akan segera kurencanakan.


Comments

  1. Tidak ada kata terlambat untuk mengejar mimpimu, waktu gua berangkat sekolah ke China waktu itu, umur gua udah 25 tahun. Terlambat itu adalah di saat kau menyesali apa yg tidak kau lakukan dalam hidupmu menjelang ajal nanti...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, betul. Tapi sebenernya postingan ini bukan bener2 soal "ke luar negeri". Sekarang aja, aku masih berjuang memutuskan mau melanjutkan ke mana setelah lulus SMA. Abang gimana di China?

      Delete
  2. Jangan takut untuk bermimpi, tapi takutlah ketika tak punya mimpi. Selamat berjuang :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju setuju! Mohon doanya ya, biar bisa terwujud bahkan kalau bisa, lebih dari yg diekspektasikan. Main2 ke sini lagi ya.. :)

      Delete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. kesuksesan berawal dari mimpi mba, jadi jangan takut untuk bermimpi, justru dengan bermimpi kita jadi terpacu dan lebih giat lagi untuk mewujudkan mimpi itu..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts